Sabtu, 26 September 2015

'71 [2014]

Alangkah menariknya bila karakter dalam suatu film mampu menjerat penonton ke dalamnya sehingga ia juga merasakan apa yang juga dirasakan oleh karakter tersebut. Salah satu komponen favorit saya dalam sebuah film tersebut dihadirkan dengan sangat apik oleh Yann Demange lewat film yang berlatarkan sejarah ini. Sebagai penonton, saya begitu terikat sekali dengan karakter utama dalam film bertajuk “71” ini. Segala rasa sakit yang dialami baik itu fisik maupun psikis hingga rasa takut berimbas traumatik, seakan-akan juga menimpa pada saya. “71” rupanya tidak hanya memberikan impact yang besar di bagian ‘luka’ itu saja melainkan juga pembangunan atmosfir yang menegangkan lewat peristiwa kerusuhan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.

Bersettingkan tahun 1971, tentara muda Inggris dibawah pimpinan Lt. Armitage (Sam Reid) mendapat tugas militer pertamanya untuk mengamankan daerah Belfast di Irlandia Utara. Merasa masih kalah level bila dibanding tugas ke Jerman, para tentara muda itu menganggap enteng konfrontasi dengan warga lokal Irlandia Utara yang berhaluan Nasionalis tersebut. Siapa yang sangka bila operasi tanpa melibatkan senjata api itu justru menewaskan seorang tentara Inggris. Kebencian yang besar dari kaum Nasionalis Irlandia Utara terhadap Inggris itu nyatanya menimbulkan teror mencekam layaknya perang. Seorang tentara Inggris, Gary Hook (Jack O’Connell) tertinggal dan terpaksa harus bersembunyi dari percobaan pembunuhan.

“71” dipenuhi dengan banyak hal-hal yang tidak diduga muncul dan memberikan efek kejut bagi penontonnya. Kemunculan yang bersifat tiba-tiba tersebut sungguh mampu membuat shock penonton dan kadarnya pun tidaklah tanggung-tanggung. Di sini penonton akan merasakan ketakutan luar biasa yang juga sama dirasakan oleh para tentara muda Inggris tersebut. Awalnya mereka melihat massa dari kaum Nasionalis Irlandia Utara itu tidaklah sebagai ancaman berarti, apalagi sambutan pertama yang tidak hangat itu hanya berupa lemparan air kencing saja. Penonton pun seperti menjadi para tentara Inggris itu, tanpa tahu apa yang akan terjadi berikutnya, lemparan air kencing itupun berubah menjadi batu. Keadaan unpredictable seperti itu ternyata mampu membuat kalang kabut tentara Inggris yang bila dalam sekuen awal kita melihat mereka berlatih militer dengan sangat keras. Tanpa banyak menampilkan beraneka macam senjata api hingga kendaraan tempur, ternyata kemarahan massa itu layaknya gambaran perang yang mengerikan.

Dalam film ini, Gary Hook adalah objek/korban yang digiring kesana dan kemari sebagai penghantar emosi bagi penonton. Membayangkan bagai Gary yang tertinggal oleh teman-temannya dan harus survive dari kejaran warga yang mengamuk begitu amat terasa oleh saya. Tidak ada perlawanan yang bersifat bombastis seperti adu senapan hingga pelemparan granat, karena yang ada kita akan melihat seorang Gary yang lari ketakutan setengah mati karena terancam dibunuh. Intensitas ketegangannya dibangun sangat bagus oleh Demange lewat sekuen panjang hingga iringan skoring yang menyayat hati oleh David Holmes. Sekuen itupun efektif membuat saya harus menghela nafas panjang dan di saat yang bersamaan, saya pun merasa takut amat sangat layaknya Gary yang tengah bersembunyi dan was-was bila tertangkap. Apakah hanya berhenti di situ saja ?. Saya tegaskan tidak, sebab Demange masih punya banyak formula rahasia yang akan membuat penonton terhentak lewat kejutan-kejutan yang muncul tanpa mau permisi dahulu.

Dalam “71”, Demange hadirkan kengerian lewat rasa sakit yang harus dialami Gary secara fisik dan psikis. Fisik, saat kita melihatnya terluka parah dan menahan rasa sakit yang sangat. Psikis, saat Gary harus menanggung trauma berat ketika orang-orang di sekitarnya satu persatu mulai berguguran dan rasa takut yang menjadi beban. Di awal-awal Demange juga sempat menampilkan sedikit latar belakang Gary sebelum tugas yang memperlihatkan pada kita bahwa ia adalah seorang yang ceria. Tujuannya tidak lain demi mempertegas transformasi seorang Gary yang awalnya cerah menjadi gloomy. Tidak cukup hanya mengangkat tema survival, Demange juga menyelipkan unsur konspirasi serta permainan kotor orang-orang ‘atas’ dan naasnya, Gary berada dalam pusaran konflik tersebut. Dengan menjadi ‘kambing hitam’, maka lengkap pulalah segala penderitaan luar dalam yang dialami karakter utama kita ini. Yann Demange pun berhasil membuat penonton menjadi takut, sakit, hingga marah melalui perspektif seorang Gary Hook. 

“71” adalah film fiksi-sejarah. Namun ia lebih banyak mengangkat soal impact pada karakter dengan kedok survival daripada sejarah. Sebab Demange sendiri tidaklah banyak menguak mengenai konflik politik hingga merembet pada SARA yang terjadi di Irlandia Utara kala itu. Dalam arti lain bahwa Demange hanya menjadikan konflik itu sebagai background semata tanpa perlu karakter utama di sini benar-benar menyatu dalam peristiwa tersebut. Sedangkan konflik bagi karakter utama di sini sendiri adalah berbagai rentetan kejadian memilukan yang terjadi tanpa duga hingga membuatnya harus merasakan beban secara fisik dan juga psikis. Eksplorasi karakternya tidaklah mendalam tapi Yann Damange sukses menyeret penonton untuk masuk dan merasakan dampaknya. Namun sedikit saya sayangkan bila konflik di Belfast itu hanya berakhir sebagai ‘arena uji’ bagi karakter tanpa tergali secara mendalam tentang “apa” dan “mengapa”. Mungkinkah karena alasan film lokal, hal tersebut diabaikan ?. Bisa saja. Tapi penonton awam di luar area konflik pun ingin tahu lebih soal itu.
7 / 10

5 komentar:

AYO KITA DISKUSIKAN !