Rabu, 23 September 2015

SHARKNADO 3 : OH HELL NO! [2015]

Dalam lingkup B-Movie, mungkin hingga kini belum ada yang sampai menyamai ‘kehebatan’ dan ‘kemustahilan’ yang dimiliki oleh franchise “Sharknado” ini. Film yang menjadi ‘perkawinan’ antara “Jaws” dengan “Twister” ini nyatanya mampu menarik perhatian khalayak untuk menontonnya dan jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung bila mengingat ini adalah film dengan grade rendah. Bahkan pada salah satu channel di Youtube pun, film ini pernah menjadi bahan olok-olokan, baik lewat CGI maupun kualitas aktingnya. Namun itu semua hanya dimaksudkan untuk bahan candaan semata karena kita semua juga tahu bahwa “Sharknado” sedari awal murni dibuat sebagai hiburan ringan. Dari sub-judul yang berbunyi “Oh Hell No!”, jelas sekali installment ketiga ini menawarkan sesuatu yang jauh lebih konyol, lebih bodoh, dan tentunya di luar logika manusia normal.

Melanjutkan film sebelumnya, kali ini Fin (Ian Ziering) menghadiri penobatannya sebagai pahlawan di White House atas jasanya membasmi para hiu dengan gergaji mesinnya. Tidak dinyana, acara penobatan itu menjadi peristiwa berdarah ketika serangan sharknado kembali muncul dan meluluh lantakkan White House. Walau berhasil diatasi, Fin percaya bahwa sharknado akan muncul lagi bahkan lebih besar. Dan ternyata benar, target sharknado berikutnya adalah Universal Orlando dimana saat itu isterinya yang tengah mengandung, April (Tara Reid) dan putrinya, Claudia (Ryan Newman) berada di sana.  

Di bagian opening act, White House dipilih sebagai ‘arena bermain’ yang juga jamak dipakai dalam film-film lainnya. Berbagai macam penghancuran yang over the top berhasil dihadirkan dengan intensitas yang cukup tinggi. Dengan balutan CGI yang terlihat murah, serangan sharknado itu tentunya tidak sampai menciptakan ketegangan ekstra bagi penonton. Sebab yang ada malahan penonton akan tertawa terpingkal-pingkal melihat visualisasi yang sangat standard dan kemudian juga ditunjang dengan akting yang apa adanya. Tidak cukup sampai di situ saja, karakter presiden versi “Sharknado” ini ditampilkan dengan begitu badass dari caranya yang lihai menggunakan aneka macam senjata sehingga kekonyolan nampak terasa di bagian ini. Mungkin di bagian opening act ini terlihat bahwa segala sisi absurd sudah dituangkan semuanya, namun itu tidaklah cukup bagi seorang Anthony C. Ferrante selaku sang sutradara. Orang yang telah berpengalaman pada dua film sebelumnya itu menjadikan bagian awal tersebut hanyalah hidangan pembuka yang masih belum ada apa-apanya dengan apa yang akan ia tunjukkan setelahnya.

Dan benar saja, semakin film berjalan maka perlahan-lahan segala adegan menggelikan yang berbaur dengan imajinasi tingkat tinggi sanggup dikemas Anthony C. Ferrante tanpa batasan bahwa itu mampu diterima oleh nalar maupun tidak. Yang penting bisa menghibur penonton dan membuatnya menertawai setiap kebodohan yang ada sudah merupakan tujuan utama dibuatnya film ini. Salah satu adegan yang membuat saya tertawa ngakak adalah ketika seekor hiu terjebak dalam trek roller coaster dan membuatnya harus berputar-putar. Selain itu masih banyak sekali beberapa adegan ‘parah’ lainnya meski cukup saya sayangkan ritmenya tidaklah terjaga dengan baik karena sempat ada beberapa momen-momen yang sangat membosankan sekali. Saya tahu memang bila “Sharknado 3” adalah film bodoh yang tidak perlu perhatian lebih dari penontonnya. Sebab kekurangannya sendiri tentu saja sudah tidak dapat dihitung jari dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun setidaknya bila tingkat kelucuannya mampu tertata rapi akan menjadi nilai tambahan sendiri. Bagi saya, sedikit saja momen serius dalam franchise “Sharknado” malah berakhir jadi hal yang menjenuhkan.
    
Bicara karakter, Fin di sini tentu saja sangat memikat sekali lewat aksinya yang kelewat ‘sakti’ dalam melawan hiu-hiu terbang dengan gergaji mesin yang sudah menjadi ciri khasnya. Kemudian muncul juga karakter dari film sebelumnya yang menjadi side-kick-nya, yaitu Nova (Cassie Scerbo), meskipun bagi saya pribadi ia masih dalam wilayah yang ‘wajar’ jika dibanding karakter bodoh lainnya. Namun di antara semuanya, tetaplah April yang menjadi scene stealer di sini meskipun porsinya telah diminimalisir, namun ia tetap tidak bisa menghilangkan pesonanya yang mampu mengocok perut penonton. Dan benar saja, bahwa April di sini menjadi sorotan utama yang bahkan akan menjembatani film ini menuju sekuel terbaru yang akan dirilis tahun depan. Pihak Syfy Films yang merupakan channel penayangan film ini (Sharknado adalah film TV) bahkan memberikan sayembara lewat Twitter bagi para fans untuk menentukan nasib April di bagian konklusinya yang cliffhanger. Dari rencana sekuel, itu sudah merupakan cukup bukti bahwa “Sharknado” memang memiliki fanbase yang besar walau untuk ukuran mockbuster

Pemberian gimmick tersebut saya rasa memang usaha yang cukup bagus untuk semakin membesarkan franchise ini. Tapi saya rasa penonton pada akhirnya akan bosan juga dengan repetisi dari aksi-aksi brainless yang sudah ada sejak film-film sebelumnya. Mungkin saran saya untuk The Asylum sebagai rumah produksi untuk tetap menciptakan mockbuster serupa yang tidak kalah sinting dengan formula baru lewat disaster-monster semacam ini dan segera menghentikan franchise “Sharknado” sebelum ia mungkin akan kehilangan para penggemar. Tapi sejauh ini “Sharknado” masih tetaplah berjaya sebagai tontonan ‘renyah’ yang cukup asyik untuk diikuti. Dalam film ketiga inipun, tingkat kebodohannya masih cukup efektif membuat tawa terutama di bagian konklusi yang semakin membuktikan bahwa film ini memang jauh dari kata ‘waras’. Menggemaskan dan menggelikan, itulah “Sharknado”. Jangan lupa pula dengan penampilan David Hasselhoff di sini yang akan mengingatkan kita pada aksinya dalam film “Piranha 3DD” (2012).
5 / 10

2 komentar:

AYO KITA DISKUSIKAN !