Rabu, 20 Juli 2016

THE BROTHERS GRIMSBY [2016]

Persiapkan diri Anda untuk setiap film yang tidak hanya dibintangi, tetapi juga ditulis oleh Sacha Baron Cohen. Semua film komedi tulisannya tidak jauh dari lelucon vulgar soal ‘lendir.’ Leluconnya memang tidak berotak. Namun bukan berarti saya mengatakan tidak menghibur. “The Brothers Grimsby” ini contohnya; sangat menghibur, lucu, khas Baron Cohen. Saya bahkan cukup lelah tertawa karena menontonnya.

“The Brothers Grimsby” memfokuskan pada dua orang bersaudara asal Grimsby, Inggris, yang telah terpisah selama hampir 28 tahun. Yang tertua bernama Nobby (Baron Cohen), seorang fans berat Timnas Inggris yang tinggal di lingkungan kumuh Grimsby. Saudaranya yang terpisah jauh di London, Coddy/Sebastian (Mark Strong), kini menjadi mata-mata terbaik MI6. Keduanya yatim piatu.

Pertemuan awal mereka setelah terpisah bertahun-tahun dimulai ketika Sebastian mendapatkan sebuah misi. Ia ditugaskan untuk mengamankan dermawan Rhonda George (Penélope Cruz) dari ancaman pembunuhan. Di tempat yang sama, Nobby tengah menunggu kemunculan Sebastian. Tak sabar ingin bertemu, Nobby tiba-tiba memeluk Sebastian yang tengah membidik sasaran. Apa yang terjadi kemudian?

Oh, sudah tentu tembakan meleset. Naas, peluru mengenai seorang bocah penderita AIDS yang menjadi duta perdamaian Israel dan Palestina. Darahnya yang terkontaminasi HIV, lantas muncrat dan masuk ke dalam mulut Daniel Radcliffe—sungguh apes, bintang Harry Potter itu ada di sana. “Kau berhasil mengenainya dalam waktu 3 detik. Voldemort saja tidak bisa meski sampai 8 film, “kata Sebastian dengan nada ironi pada Nobby.
Kegagalan dalam misi itu membuat petinggi MI6 menganggap Sebastian sebagai pengkhianat. Ia menurunkan mata-mata lainnya untuk mengeliminasinya. Kini, tujuan Sebastian adalah membersihkan nama baiknya, di samping memburu Maelstrom Syndicate sebagai dalang penembakan. 

Dalam keadaan seperti ini, penonton bisa menebak siapa pilihan terakhir untuk membantu Sebastian. Benar, Nobby! Sekuen di awal film menampilkan karakterisasi keduanya. Nobby yang tinggal di rumah kumuh dengan 11 anak, serta Sebastian seorang agen terbaik, membuat perbedaan keduanya sangatlah mencolok. Tapi dari situ kita mengerti, jika Sebastian memang membutuhkan sosok seperti Nobby.

Template untuk film semacam “The Brothers Grimsby” ini bukanlah hal baru lagi. Sebagai penonton yang sudah menonton ratusan film, Anda dengan mudah akan mencerna dan menganalisa alurnya. Ini film tentang from zero to hero. Ini juga film tentang kolaborasi antara si pecundang dan si pemenang, dimana si pemenang menjadi pihak yang butuh uluran tangan si pecundang.
Yang dibutuhkan oleh “The Brothers Grimsby” tinggal komedi konyol tidak berotak, hiperbolis, serta vulgar demi memancing tawa penonton. Saya katakan jika seluruh lelucon ‘tidak baru’ ala Baron Cohen masih tetap efektif. Saya tidak berhenti tertawa hampir di sepanjang film. Sayangnya hal itu tidak lantas pula membuat film ini berpredikat bagus. Butuh lebih dari sekedar guyonan gila.

“The Brothers Grimsby” disutradarai oleh Louis Leterrier (“Clash of Titans” 2010 & “Now You See Me” 2013). Naskahnya oleh Baron Cohen dengan dibantu Phil Johnston. Sejujurnya, saya tidak tertarik membicarakan unsur drama hingga aksi dalam film ini. Perhatian saya hanya tertuju pada lelucon yang ditawarkan oleh Baron Cohen. Vulgar memang benar. Juga, ia tidak luput menyelipkan krisis global di dalamnya. Ia menjadikan sesuatu yang tabu menjadi lucu. Dan ia mengajak kita untuk menertawakannya.

2 komentar:

AYO KITA DISKUSIKAN !